Dukungan Suami dan Ibu Hamil KEK dengan Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Biru

Authors

  • Citra Annisa Paramita Mowu’u Universitas Muhammadiyah Gorontalo
  • Harismayanti Harismayanti Universitas Muhammadiyah Gorontalo
  • Ani Retni Universitas Muhammadiyah Gorontalo

DOI:

https://doi.org/10.61132/protein.v2i3.432

Keywords:

BBLR, Husband Support, KEK

Abstract

Husband support has a huge influence on wives when choosing the best course of action from pregnancy, childbirth to the post-pregnancy period so that it affects the occurrence of low birthweight. In addition, SEZ in pregnant women can cause problems not only in the mother, but also in the fetus including babies born with low birth weight. The purpose of this study was to analyze the support of husbands and SEZs in pregnant women with BBLR incidence in the working area of Telaga Biru Health Center. Quantitative research design with cross sectional approach, the population of all infants aged 0-24 months as many as 57 babies, the number of samples 57 infants using purposive sampling techniques in this study and the data were analyzed with chi-square statistical tests. The results of the study obtained that the majority of husband support was categorized as good as 46 respondents (80.7%), SEZs in pregnant women were mostly categorized as non-SEZ pregnant women as many as 44 respondents (77.2%) and the majority of BBLR events were not BBLR as many as 42 respondents (73.7%), and husband support was obtained with the incidence of BBLR p = 0.000 <α 0.05) and SEZ in pregnant women with the incidence of BBLR p = 0.000 <α 0,05. It can be concluded that there is a relationship between the support of husbands and pregnant women in SEZs with the occurrence of BBLR in the working area of the Telaga Biru Health Center.

 

References

Dukungan Suami dan Ibu Hamil KEK dengan Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Biru

Citra Annisa Paramita Mowu’u

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Harismayanti

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Ani Retni

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Alamat: Jalan Prof. Dr. H. Mansoer Pateda, Desa Pentadio Timur, Kab. Gorontalo, Gorontalo

Korespondensi penulis: [email protected]

Abstract. Husband support has a huge influence on wives when choosing the best course of action from pregnancy, childbirth to the post-pregnancy period so that it affects the occurrence of low birthweight. In addition, SEZ in pregnant women can cause problems not only in the mother, but also in the fetus including babies born with low birth weight. The purpose of this study was to analyze the support of husbands and SEZs in pregnant women with BBLR incidence in the working area of Telaga Biru Health Center. Quantitative research design with cross sectional approach, the population of all infants aged 0-24 months as many as 57 babies, the number of samples 57 infants using purposive sampling techniques in this study and the data were analyzed with chi-square statistical tests. The results of the study obtained that the majority of husband support was categorized as good as 46 respondents (80.7%), SEZs in pregnant women were mostly categorized as non-SEZ pregnant women as many as 44 respondents (77.2%) and the majority of BBLR events were not BBLR as many as 42 respondents (73.7%), and husband support was obtained with the incidence of BBLR p = 0.000 <α 0.05) and SEZ in pregnant women with the incidence of BBLR p = 0.000 <α 0,05. It can be concluded that there is a relationship between the support of husbands and pregnant women in SEZs with the occurrence of BBLR in the working area of the Telaga Biru Health Center.

Keywords: BBLR, Husband Support, KEK

Abstrak. Dukungan suami memiliki pengaruh yang sangat besar bagi istri saat memilih tindakan yang terbaik dari kehamilan, persalinan hingga jangka waktu paska kehamilan sehingga mempengaruhi terjadinya BBLR. Selain itu, KEK pada ibu hamil dapat menimbulkan masalah tidak hanya pada ibu, namun juga pada janin diantaranya bayi lahir dengan berat lahir rendah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis dukungan suami dan KEK pada ibu hamil dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru. Desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, populasi seluruh jumlah bayi usia 0-24 bulan sebanyak 57 bayi, jumlah sampel 57 bayi menggunakan tekhnik sampling purposive sampling dalam penelitian ini dan data dianalisis dengan uji statistik chi-square. Hasil penelitian diperoleh mayoritas dukungan suami dikategorikan baik sebanyak 46 responden (80.7%), KEK pada ibu hamil mayoritas dikategorikan ibu hamil tidak KEK sebanyak 44 responden (77.2%) dan kejadian BBLR mayoritas tidak BBLR sebanyak 42 responden (73.7%), serta diperoleh dukungan suami dengan kejadian BBLR p=0,000 <α 0,05) dan KEK pada ibu hamil dengan kejadian BBLR p=0,000 <α 0,05. Dapat disimpulkan ada hubungan dukungan suami dan ibu hamil KEK dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru.

Kata kunci: BBLR, Dukungan Suami, KEK

LATAR BELAKANG

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Ada 2 macam BBLR yaitu prematuritas murni (lahir dengan umur kehamilan < 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan) dan dismature (lahir dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk masa kehamilan) (Retnaningtyas & Siwi, 2020).

Data badan kesehatan dunia (World Health Organization), menyatakan bahwa prevalensi bayi dengan BBLR di dunia yaitu 15,5% atau sekitar 20 juta bayi yang lahir setiap tahun, sekitar 96,5% diantaranya terjadi di negara berkembang (WHO, 2019).

Sedangkan Indonesia berada di peringkat sembilan dunia dengan persentase BBLR lebih dari 15,5% dari kelahiran bayi setiap tahunnya. Indonesia masuk 10 besar dunia kasus BBLR terbanyak. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, menunjukkan bahwa proporsi BBLR di Indonesia sebesar 6,2%. Angka ini menunjukkan bahwa capaian proporsi BBLR di Indonesia telah mencapai Target RPJM tahun 2019 sebesar 8% (Inpresari & Pertiwi, 2021).

Data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo tahun 2020 kejadian BBLR sebanyak 990 bayi (26,9%) (Dikes Prov Gorontalo, 2021). Kabupaten Gorontalo menjadi salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Gorontalo dengan jumlah BBLR tertinggi yaitu sebanyak 325 kasus pada tahun 2020 (Dikes Kab.Gorontalo, 2021). Sedangkan di Puskesmas Telaga Biru jumlah yang di dapatkan pada pasien BBLR sejumlah 64 pada tahun 2022 dan pada tahun 2023 sebanyak 7 pasien. Sedangkan pada pasien yang mengalami KEK pada 2022 berjumlah 23, tahun 2023 berjumlah 18. Untuk ibu hamil dengan anemia pada 2022 berjumlah 20, tahun 2023 berjumlah 12 (Puskesmas Telaga Biru, 2023).

Dampak bayi dengan BBLR adalah penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan, rendahnya imunitas, peningkatan morbiditas dan mortalitas serta gangguan metabolik yang akan menyebabkan risiko penyakit degeneratif pada usia dewasa. Selain itu BBLR mudah mengalami penyakit beresiko lainnya seperti peningkatan resiko penyakit kronik degeneratif terutama diabetes dan jantung koroner pada usia dewasa telah diprogram sejak janin (Lupiana, 2021).

Kekurangan zat gizi pada ibu hamil lebih cenderung mengakibatkan BBLR atau kelainan yang bersifat umum daripada menyebabkan kelainan anatomik yang spesifik. Dalam hal ini, apabila kebutuhan gizi tidak tercukupi sejumlah organ bayi bisa saja tidak berkembang dengan baik atau sebagaimana mestinya, melainkan kehilangan fungsi tubuhnya atau bahkan bisa saling merusak antar organ. Selain itu kerusakan organ juga mungkin tidak terdeteksi dini, dimana bayi tetap bisa lahir namun organnya mengalami masalah lainnya (Retnaningtyas, 2020).

KEK selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi. KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum, lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) (Sumiaty & Restu, 2016).

Selain KEK pada ibu hamil, ada beberapa faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan BBLR dan nilai apgar rendah salah satunya adalah dukungan suami. Dukungan yang berarti dari suami yang bertanggung jawab selain itu suami juga harus siap dalam memberika perhatian ekstra selama ibu hamil serta suami harus mengingatkan serta memotivasi istri untuk mengkonsumsi nutrisi. Peran serta dukungan suami dalam upaya peningkatan kesehatan keluarga diantaranya meliputi upaya untuk meningkatkan terhadap masalah kesehatan dan merupakan tantangan terbesar yang bertujuan membantu keluarga untuk belajar bagaimana agar bisa sehat (Nur, 2020).

Dukungan suami akan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi istri ketika istri harus memilih tindakan yang terbaik yang harus dipilih. Dukungan suami seperti kesiapan dan kepedulian suami dalam memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang dapat lewat pengetahuan kepada istri, yang membuktikan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain (suami) dan menandakan istri juga merupakan anggota dalam kelompok rumah tangga yang berdasarkan kepentingan bersama (Alfatan, 2018).

Kualitas dalam perawatan kehamilan bisa didapatkan dari orang terdekat dengan ibu hamil, khususnya pasangan. Sebagai sahabat pasangan, suami berperan dalam kekuatan ibu hamil. Kewajiban pasangan adalah untuk memastikan penting dalam berbagai sudut pandang, dari kehamilan, persalinan hingga jangka waktu paska kehamilan. BBLR juga dapat dipengaruhi oleh status kesehatan ibu hamil. Pendugaan lingkar lengan dilakukan untuk menentukan status kesehatan ibu hamil, jika <23,5 cm ibu ditentukan memiliki status gizi buruk atau kekurangan energi protein (KEK) (Harlissa, Sugesti, & Darmi, 2023).

Penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2023) dengan judul hubungan paritas, anemia dan Kekurangan Energi Kronik (KEK) dengan kejadian berat badan lahir rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan paritas, anemia dan Kekurangan Energi Kronik (KEK) dengan kejadian berat badan lahir rendah dengan nilai signifikan paritas, anemia dan kekurangan energi kronik (KEK).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Telaga Biru diketahui bahwa jumlah bayi pada tahun 2023 sebanyak 57 bayi usia 0-24 bulan dan terdapat 7 bayi mengalami BBLR. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada petugas kesehatan diketahui bahwa rata-rata bayi dengan BBLR dari ibu yang memiliki riwayat kehamilan KEK dan anemia. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 3 orangtua yang melahirkan bayi BBLR diketahui bahwa selama hamil ibu mengalami KEK dan juga anemia, 1 orang ibu mengatakan sering komsumsi tablet penambah darah namun ibu berjualan disiang hari dengan waktu istrahat yang kurang hal ini menjadi penyebab ibu mengalami KEK dan anemia, selain itu dalam kehamilannya ibu mengatakan suami lebih banyak bekerja sehingga tidak ada waktu untuk menemani saat melakukan pemeriksaan dan juga memperhatikan kehamilannya (tidak adanya dukungan emosional dan penilaian), namun suami selalu memenuhi kebutuhan meskipun ibu sedang berjualan.

KAJIAN TEORITIS

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR merupakan istilah untuk mengganti bayi premaur karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram yaitu umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya sekalipun cukup bulan atau karena kombinasi keduanya (Ismawati, 2017).

Kekurangan energy kronis atau yang disebut dengan KEK merupakan suatu keadaan dimana status gizi seseorang buruk yang disebabkan kurangnya konsumsi pangan sumber energy yang mengandung zat gizi makro. Kebutuhan wanita akan meningkat dari biasanya jika pertukaran dari hamper semua bahan itu terjadi sangat aktif terutama pada trimester III. Peningkatan jumlah konsumsi makan perlu ditambah terutama komsumsi pangan sumber energy untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin, maka kurang mengkonsumsi kalori akan menyebabkan malnutrisi (Widiarti, 2020).

Dukungan suami adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, dukungan yang diberikan pada setiap siklus perkembangan kehidupan juga berbeda. Adanya dukungan suami membuat individu akan merasa diperdulikan, diperhatikan, merasa tetap percaya diri, tidak mudah putus asa, tidak minder, merasa dirinya bersemangat, merasa menerima (ikhlas) dengan kondisi, sehingga merasa lebih tenang dalam mengahadapi suatu masalah (Sefrina & Latipun, 2016).

METODE PENELITIAN

Desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, populasi seluruh bayi usia 0-24 bulan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru Kabupaten Gorontalo tahun 2023, sampel sebanyak 57 bayi dengan teknik sampling purposive sampling, instrumen penelitian menggunakan buku KIA dan kuesioner dukungan suami dan analisa data menggunakan uji statistik chi-square.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Univariat

Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami

Sumber: Data Primer (2023)

Gambar 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Suami

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa dukungan suami di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru yang diteliti tertinggi yaitu dukungan suami kategori baik sebanyak 46 orang (80.7%) dan yang terendah yaitu dukungan suami kurang baik sebanyak 11 orang (19,3%). Dukungan suami selama kehamilan bisa berupa segala macam bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi segala macam kebutuhan yang dibutuhkan oleh ibu hamil, mulai dari kebutuhan fisik, psikis bahkan kebutuhan spiritual.

Penelitian yang dilakukan oleh Harlisa (2023) dengan judul hubungan antara dukungan suami, status gizi dan anemia pada ibu hamil dengan kejadian Bayi Baru Lahir Rendah di Puskesmas Toboali Kabupaten Bangka Selatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar Suami yang mendukung pada ibu hamil ada 44 (73,3%) responden dan tidak mendukung 16 (26,7%) responden.

Dukungan suami adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh suami kepada istri selama kehamilan. Suami yang memberikan dukungan kepada ibu hamil dalam setiap perkembangan kehamilan dan pemenuhan kebutuhan kehamilan akan selalu memperhatikan setiap hal yang dilakukan oleh ibu hamil sehingga segala keputusan pemenuhan kebutuhan yang dilakukan oleh ibu hamil juga diketahui dan diputuskan oleh suami. Oleh karena itu, suami juga mempunyai peran terhadap segala macam hal pemenuhan kebutuhan yang dilakukan oleh istri.

Frekuensi Responden Berdasarkan Ibu Hamil KEK

Sumber: Data Primer (2023)

Gambar 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ibu Hamil KEK

Berdasarkan gambar diatas menunjukan bahwa ibu hamil KEK di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru yang diteliti tertinggi yaitu ibu hamil tidak KEK sebanyak 44 orang (77.2%) dan yang terendah yaitu ibu hamil mengalami KEK sebanyak 13 orang (22.8%). Hasil ini menunjukkan bahwa ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru terbanyak adalah ibu hamil tidak KEK sebanyak 44 responden, responden yang tidak mengalami KEK ini dikarenakan berdasarkan hasil observasi peneliti pada buku KIA didapatkan hasil pengukuran LILA tergolong normal yaitu ≥23,5 cm dengan rentang LILA responden yang tidak mengalami KEK adalah 23,7 cm – 28,5 cm.

Normal atau idealnya apabila ukuran LILA 23,5 cm, hal ini juga mengindikasikan bahwa status gizi ibu tergolong baik (Kurniasari, 2020). LILA adalah lingkar lengan bagian atas pada bagian trisep, LILA digunakan untuk mengukur perkiraan otot lengan atas dan dapat memperkirakan tebal lemak bawah kulit sehingga dapat memperkirakan berat badan seseorang. Pengukuran LILA penting untuk menentukan apakah ibu hamil mengalami KEK atau tidak (Almatsier, Soetardjo, & Soekatri, 2016).

Penelitian yang terkait dengan hasil penelitian ini oleh Irmadani & Puspita (2022), didapatkan mayoritas ibu hamil di Puskesmas Hasanuddin Mandai Kabupaten Maros sebesar 82% responden tidak kurang energi kronis. Didukung penelitian Antarsih & Suwarni (2023) menunjukkan sebagian besar ibu hamil di wilayah Kecamatan Bumi Agung Way Kanan Lampung sebesar 73,6% tidak KEK.

Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan dari 57 responden, ada 13 responden (22,8%) yang dikategorikan ibu hamil KEK karena diperoleh peneliti pada buku KIA didapatkan hasil pengukuran LILA tergolong kurang yaitu <23,5 cm dengan rentang LILA responden yang mengalami KEK adalah 21 cm-23,2 cm.

Kekurangan zat gizi pada ibu hamil lebih cenderung mengakibatkan BBLR atau kelainan yang bersifat umum daripada menyebabkan kelainan anatomik yang spesifik. Kekurangan zat gizi pada ibu yang lama dan berkelanjutan selama masa kehamilan akan berakibat lebih buruk pada janin daripada malnutrisi akut. Kekurangan zat gizi pada ibu hamil juga sering dikatakan KEK, KEK selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi. KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum, lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) (Yanti & Wirastri, 2022).

Penelitian yang dilakukan oleh Farahdiba (2021) dengan judul hubungan Kekurangan Energi Kronis (KEK) dengan kejadian anemia pada ibu hamil primigravida di Puskesmas Jongaya Makassar. Hasil penelitian menunjukan bahwa distribusi responden berdasarkan Kejadian KEK. Responden yang KEK sebanyak 30 orang (32,3%), responden yang tidak KEK sebanyak 63 orang (67,7%).

Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian BBLR

Sumber: Data Primer (2023)

Gambar 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian BBLR

Berdasarkan gambar diatas menunjukan bahwa kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru yang diteliti tertinggi yaitu bayi tidak BBLR sebanyak 42 orang (73.7%) dan yang terendah yaitu bayi dengan BBLR sebanyak 15 orang (26.3%), sehingga dapat dilihat bahwa sebagian besar bayi di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru tidak mengalami BBLR karena dari hasil observasi berat badan lahir bayi pada buku KIA tergolong normal yaitu ≥2,500 gram dengan rentang berat badan bayi-bayi tersebut yang mengalami tidak mengalami BBLR adalah 2,500 gram-3,500 gram.

Bayi berat lahir normal adalah bayi dengan berat lahir 2,500 gram-4,000 gram dan bayi yang lahir pada kehamilan cukup bulan yaitu kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu. Bayi yang berat badannya normal ini memiliki kesehatan yang baik diantaranya reflek yang baik terutama reflek hisap dan menelan sehingga saat lahir dapat membantu bayi dalam proses pemberian ASI ASI eksklusif dan produksi ASI (Legawati, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh Sumiaty (2016) dengan judul Kurang Energi Kronis (KEK) ibu hamil dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), didapatkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 290 responden tersebut terdapat dan 232 bayi (80%) BBL normal (berat badan ≥ 2500 gr).

Hasil penelitian diperoleh bahwa 57 bayi, ada yang mengalami BBLR sebanyak 15 bayi (26,3%) di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru, hal ini dikarenakan dari hasil observasi berat badan lahir bayi pada buku KIA tergolong kurang yaitu <2,500 gram dengan rentang berat badan bayi-bayi tersebut yang mengalami mengalami BBLR adalah 2,000 gram-2,400 gram sehingga terdidentifikasi BBLR.

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Ada 2 macam BBLR yaitu prematuritas murni (lahir dengan umur kehamilan < 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan) dan dismature (lahir dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk masa kehamilan). Dampak bayi dengan BBLR adalah penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan, rendahnya imunitas, peningkatan morbiditas dan mortalitas serta gangguan metabolik yang akan menyebabkan risiko penyakit degeneratif pada usia dewasa. Selain itu BBLR mudah mengalami penyakit beresiko lainnya seperti peningkatan resiko penyakit kronik degeneratif terutama diabetes dan jantung koroner pada usia dewasa telah diprogram sejak janin (Lupiana, 2021).

Hasil ini ditunjang dengan penelitian yang dilakukan Sutrio & Lupiana (2019) bahwa sebesar 24,3% balita di Desa Cipadang Kecamatan yang mempunyai BBLR yaitu <2.500 gram. Hasil yang sama juga didapatkan peneliti dalam penelitian Winowatan et al (2017) bahwa balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sonder Kabupaten Minahasa ditemukan sebesar 13,5% mengalami BBLR.

Analisis Bivariat

Hubungan Dukungan Suami dengan Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Biru

Tabel 1. Distribusi Dukungan Suami dengan Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja

Puskesmas Telaga Biru

Dukungan Suami Kejadian BBLR

BBLR Tidak BBLR Total P=Value

Dukungan suami baik 4 42 46 0,000

Dukungan suami kurang baik 11 0 11

Total 15 42 57

Sumber: Data Primer (2023)

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa riwayat ibu hamil dengan dukungan suami baik memiliki riwayat BBLR sebanyak 4 orang dan tidak BBLR sebanyak 42 orang. Sedangkan riwayat ibu hamil dengan dukungan suami kurang baik memiliki riwayat BBLR sebanyak 11 orang. Diketahui nilai statistik atau p-value=0.000<0.05, maka Ha diterima, jadi dapat simpulkan bahwa terdapat hubungan dukungan suami dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru.

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner diketahui bahwa riwayat ibu hamil yang mendapatkan dukungan suami baik namun mengalami kejadian BBLR sebanyak 4 orang dengan berat badan bayi baru lahir yaitu 2.000 gram sampai 2.200 gram, dari hasil penelitian diketahui bahwa ibu menjawab suami selalu memberi semangat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, suami selalu cepat tanggap apabila ibu mengalami mual muntah atau efek samping setelah komsumsi tablet Fe, suami memberikan informasi tentang makanan-makan yang baik untuk ibu hamil, suami mengingatkan ibu untuk komsumsi tablet Fe setiap malam, menemani melakukan pemeriksaan kehamilan di puskesmas atau klinik, memilih fasilitas kesehatan yang menurutnya terbaik untuk saya melahirkan. Maka dari hasil pernyataan tersebut, dapat dilihat bahwa suami telah memberikan dukungan dengan baik, namun saat penelitian didapatkan bahwa 4 responden memiliki jarak kehamilan anak sebelum dan anak yang baru lahir ini yaitu rata-rata kurang dari 2 tahun sehingga faktor jarak kehamilan menjadi salah satu faktor penyebab lainnya yang dapat menyebabkan 4 responden memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah, walaupun sudah mempunyai dukungan suami yang baik.

Jarak kehamilan adalah rentang waktu antara umur anak yang terakhir dengan kehamilan sebelumnya. Jarak kehamilan kurang dari dua tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan saat persalinan, karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan atau di bawah dua tahun akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester-trimester termasuk pada plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Jarak kehamilan yang dekat dengan anak sebelumnya menyebabkan ibu belum siap maksimal dalam menyiapkan gizi anak didalam kandungan dan fungsi organ reproduksi yang belum kembali sehingga ketika selang setahun ibu hamil kembali bayi berisiko terjadiya BBLR dikarenakan rahim yang belum siap maksimal untuk hamil kembali (Wdiastini, 2018).

Sejalan dengan temuan penelitian Rosita & Afrianti (2021) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Indra Jaya, dimana ibu dengan jarak kehamilan ≥2 tahun mayoritas bayi tidak mengalami BBLR, sebaliknya ibu dengan jarak kehamilan <2 tahun mayoritas bayi dikategorikan BBLR.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat ibu hamil yang mendapatkan dukungan suami baik dan tidak mengalami kejadian BBLR sebanyak 42 orang berat badan bayi baru lahir yaitu 2.500 gram sampai 3.500 gram, dari hasil penelitian diketahui bahwa ibu menjawab sering dan selalu pada setiap pernyataan yang berisi bentuk dukungan suami yang pernah ibu dapatkan dari suaminya.

Dukungan suami adalah dukungan, dorongan, perhatian dan bantuan yang diberikan oleh pasangan hidup dalam hal ini suami dalam setiap upaya untuk kebaikan keluarga. Dukungan suami sangat penting keberadaannya bagi seorang istri dalam setiap pengambilan keputusan dan perilaku kesehatan, karena suami merupakan kepala rumah tangga dan pengambil keputusan penting dalam kehidupan rumah tangga. Dukungan suami akan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi istri ketika istri harus memilih tindakan yang terbaik yang harus dipilih. Suami berperan dalam kekuatan ibu hamil untuk memastikan penting dalam berbagai sudut pandang, dari kehamilan, persalinan hingga jangka waktu paska kehamilan yang dapat menurunkan resiko terjadinya BBLR karena dipengaruhi oleh status kesehatan ibu hamil (Harlissa, 2023).

Penelitian yang dilakukan oleh Putri Salam (2021) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Kabupaten Jember. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan status gizi ibu dengan kejadian BBLR (berat badan lahir rendah) sebesar 0,00, terdapat hubungan antara kunjungan ANC (antenatal care) dengan kejadian BBLR (berat badan lahir rendah) sebesar 0,00 dan terdapat hubungan antara dukungan suami dengan kejadian BBLR (berat badan lahir rendah) sebesar 0,04 sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi ibu, riwayat kunjungan ANC (antenatal care) dan dukungan suami dengan kejadian BBLR (berat badan lahir rendah).

Hasil penelitian ini juga didapatkan riwayat ibu hamil dengan dukungan suami kurang baik mengalami kejadian BBLR sebanyak 11 orang dengan berat badan bayi baru lahir yaitu 2.000 gram sampai 2.400 gram, dari hasil penelitian diketahui bahwa ibu menjawab tidak pernah pada pernyataan seperti suami memuji dan memberikan hadia apabila saya berhasil mengatasi masalah, suami memberi semangat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, suami selalu cepat tanggap apabila saya mengalami mual muntah atau efek samping setelah komsumsi tablet Fe, suami memberikan informasi tentang makanan-makan yang baik untuk ibu hamil, suami mengingatkan saya untuk komsumsi tablet Fe setiap malam, menemani melakukan pemeriksaan kehamilan di puskesmas atau klinik, memilih fasilitas kesehatan yang menurutnya terbaik untuk saya melahirkan, suami memberitahukan kepada saya vitamin-vitamin yang baik dikomsumsi oleh ibu hamil termasuk tablet Fe.

Kurangnya dukungan suami kepada ibu dalam setiap perkembangan kehamilan dan pemenuhan kebutuhan kehamilan, suami akan kurang memperhatikan setiap hal yang dilakukan oleh ibu hamil sehingga segala keputusan pemenuhan kebutuhan yang dilakukan oleh ibu hamil kurang diketahui dan kurang diputuskan oleh suami sehingga suami mempunyai peran terhadap segala hal pemenuhan kebutuhan yang dilakukan oleh istri sebagai ibu selama kehamilan (Karuniawati & Fauziandari, 2023).

Sejalan dengan penelitian Harlissa et al (2023) menunjukkan bahwa ibu yang tidak memperoleh dukungan suami, sebagian besar bayi mengalami BBLR dikarenakan dengan adanya dukungan suami dapat mempengaruhi tindakan yang dipilih oleh ibu saat kehamilan sehingga dukungan suami sangat penting dalam mencegah terjadinya atau terjadinya BBLR.

Hubungan Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Biru

Tabel 2. Distribusi Ibu Hamil KEK dengan Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja

Puskesmas Telaga Biru

KEK pada Ibu Hamil Kejadian BBLR

BBLR Tidak BBLR Total P=Value

Ibu hamil KEK 13 0 13 0,000

Ibu hamil tidak KEK 2 42 44

Total 15 42 57

Sumber: Data Primer (2023)

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa riwayat ibu hamil KEK memiliki riwayat BBLR sebanyak 13 orang. Sedangkan riwayat ibu hamil tidak KEK memiliki riwayat BBLR sebanyak 2 orang dan tidak BBLR sebanyak 42. Diketahui nilai statistik atau p-value=0.000<0.05, maka Ha diterima, jadi dapat simpulkan bahwa terdapat hubungan ibu hamil KEK dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru.

Berdasarkan hasil pengukuran LILA pada ibu selama hamil yang diperoleh melalui buku KIA anak diketahui bahwa ibu hamil KEK memiliki ukuran LILA 21 cm sampai 23,2 cm dengan berat badan bayi baru lahir yaitu 2.000 gram sampai 2.400 gram sehingga didapatkan ibu hamil yang KEK dan memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah sebanyak 13 responden.

Ibu hamil dengan Lingkar Lengan Atas <23,5 cm memiliki risiko Kurang Energi Kronis (KEK). Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil dapat menyebabkan ukuran plasenta menjadi lebih kecil sehingga transfer oksigen dan nutrien ke janin jadi berkurang, sehingga hal ini akan berdampak pada BBLR. Kekurangan zat gizi pada ibu hamil lebih cenderung mengakibatkan BBLR atau kelainan yang bersifat umum daripada menyebabkan kelainan anatomik yang spesifik. Dalam hal ini, apabila kebutuhan gizi tidak tercukupi sejumlah organ bayi bisa saja tidak berkembang dengan baik atau sebagaimana mestinya, melainkan kehilangan fungsi tubuhnya atau bahkan bisa saling merusak antar organ. Selain itu kerusakan organ juga mungkin tidak terdeteksi dini, dimana bayi tetap bisa lahir namun organnya mengalami masalah lainnya (Retnaningtyas, 2020).

KEK selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi. KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum, lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) (Sumiaty, 2016).

Jika ibu hamil menderita gizi buruk atau KEK, kondisi ini akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan janin yang dikandungnya. Pengaruh ini akan menentukan berat badan lahir bayinya yang akan kurang dari seharusnya. Berat badan bayi yang rendah ini akan sangat berpengaruh terhadap kematian bayi yang lebih besar. Sebuah hasil studi di Guatemala (Amerika Serikat) memperlihatkan bahwa semakin rendah berat badan bayi baru lahir semakin besar angka kematian (Banudi, 2012).

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Safitri, Hasbiah, Satra Yunola, Tuti Farida (2023) dengan judul hubungan paritas, anemia dan Kekurangan Energi Kronik (KEK) dengan kejadian berat badan lahir rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan paritas (p value = 0,018), anemia (p value = 0,014) dan kekurangan energi kronik (KEK) (p value = 0,025) dengan kejadian berat badan lahir rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Pangeran Tahun 2020.

Hasil penelitian menunjukan bahwa meskipun ibu hamil tidak mengalami KEK akan tetapi terdapat ibu hamil dengan BBLR sebanyak 2 responden, hal ini menunjukan bahwa selain asupan gizi yang dikonsumsi melalui makanan yang menjadi faktor utama terjadinya BBLR terdapat juga faktor lain diantaranya 1 responden menyatakan kurang mengonsumsi tablet Fe yang menyebabkan kurangnya kadar hemoglobin selama kehamilan dan 1 responden lainnya berusia 36 tahun, dimana usia ini termasuk dalam usia beresiko karena usianya lebih dari 35 tahun.

Menurut Safitri et al (2023) faktor-faktor yang menyebabkan berat badan lahir rendah diantaranya adalah kekurangan kadar hemoglobin pada ibu hamil dan kekurangan energi kronik serta paritas dan usia ibu. Dalam teori Nurabaety (2022), menyebutkan bahwa kurangnya kadar hemoglobin dapat mengakibatkan anemia pada ibu hamil dan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin karena cadangan zat besi yang berkurang yang berisiko melahirkan bayi dengan berat bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Sementara, usia kehamilan pada ibu dengan umur diatas 35 tahun mempunyai masalah kesehatan seperti hipertensi, diabetes melitus, anemia dan penyakit kronis lainnya. Fungsi reproduksi mengalami penurunan dibandingkan reproduksi normal sehingga kemungkinan terjadinya komplikasi dan mengalami penyulit obstetrik serta mengidap penyakit kronis. Usia kehamilan yang aman pada usia 20-35 tahun merupakan umur ibu yang dianjurkan untuk mengalami kehamilan karena organ reproduksinya sudah matang sehingga sudah siap untuk hamil dan mempersiapkan kebutuhan nutrisi ibu selama hamil untuk kesehatan bayinya.

Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian Artini, Erawati, & Senjaya (2023) menunjukkan ada hubungan usia ibu dengan kejadian berat badan lahir rendah, dimana usia ibu yang berisiko yaitu lebih dari 35 tahun sebagian besar memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah, dibandingkan dengan ibu dengan usia 20-35 tahun sebagian besar tidak memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah.

Hasil penelitian didapatkan ibu yang dikategorikan ibu hamil tidak KEK dan tidak mempunyai bayi dengan berat badan lahir rendah sebanyak 42 responden hal ini dikarenakan ibu hamil tidak KEK memiliki ukuran LILA 23,5 cm sampai 30 cm dengan berat badan bayi baru lahir yaitu 2.500 gram sampai 3.500 gram sehingga berat badan bayi baru lahir tergolong baik atau tidak BBLR.

Penilaian LILA digunakan untuk menilai status gizi ibu hamil yang sangat penting bagi kesehatan ibu dan janinnya (Pratiwi et al., 2022). Normal atau idealnya apabila ukuran LILA 23,5 cm, hal ini juga mengindikasikan bahwa status gizi ibu tergolong baik (Kurniasari, 2020). Apabila ibu mengalami KEK dapat menyebab risiko pada bayi dapat mengakibatkan terjadinya kematian janin, prematur, lahir cacat, BBLR pertumbuhan fisik balita pendek, otak dan metabolisme yang menyebabkan penyakit tidak menular di usia dewasa yaitu kegemukkan, penyakit jantung dan pembuluh darah sehingga status gizi yang ditunjukkan dengan hasil pengukuran LILA yang normal, maka dapat mencegah terjadinya BBLR (Bakri, 2021).

Penelitian yang dilakukan oleh Farahdiba (2021) dengan judul analisis kejadian anemia dan KEK pada ibu hamil terhadap kejadian BBLR di RSUD Gambiran Kediri. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar ibu hamil anemia melahirkan BBLR sebanyak 70 (51,9%) dan hampir setengahnya ibu hamil KEK melahirkan BBLR sebanyak BBLR 52 (38,5%). Analisa data dengan uji regresi logistik didapatkan hasil nilai signifikan Nilai P < a = 0,001 < 0,005 yang artinya ada hubungan antara kejadian anemia dan KEK pada ibu terhadap kejadian BBLR di RSUD Gambiran Kota Kediri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dalam penelitian ini ada hubungan dukungan suami dan ibu hamil KEK dengan kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Telaga Biru. Disarankan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau menjadi bahan masukan untuk dijadikan bahan penelitian bagi peneliti selanjutnya dengan menambahkan variabel lain seperti usia ibu hamil, konsumsi tablet Fe dan jarak kehamilan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Kepala Puskesmas Telaga Biru yang telah menginjinkan melakukan penelitian, responden-responden yang terlibat dalam penelitian ini dan pembimbing dan penguji dalam karya ilmiah ini.

DAFTAR REFERENSI

Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soekatri, M. (2016). Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Antarsih, N. R., & Suwarni, S. (2023). Faktor Risiko Kurang Energi Kronik pada Ibu Hamil di Wilayah Kecamatan Bumi Agung Way Kanan Lampung. Muhammadiyah Journal of Midwifery, 4(1), 26–33.

Artini, N. K. M., Erawati, N. L. P. S., & Senjaya, A. A. (2023). Hubungan Paritas dan Usia Ibu dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Bali Royal Hospital . Jurnal Ilmiah Kebidanan (The Journal Of Midwifery), 11(1), 33–40.

Bakri, S. H. (2021). Upaya Peningkatan Kesehatan dan Gizi Ibu Hamil. Bandung: Media Sains Indonesia.

Harlissa, R., Sugesti, R., & Darmi, S. (2023). Hubungan antara Dukungan Suami, Status Gizi, dan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Baru Lahir Rendah di Puskesmas Toboali Kabupaten Bangka Selatan Tahun 2021. SIMFISIS Jurnal Kebidanan Indonesia, 2(3), 382–388.

Inpresari, I., & Pertiwi, W. E. (2021). Determinan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 7(3), 141.

Irmadani, A., & Puspita, W. (2022). Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) Di Puskesmas Hasanuddin Mandai Kabuptaen Maros. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia, 6(2), 129–134.

Karuniawati, B., & Fauziandari, E. N. (2023). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Yogyakarta: CV Mitra Edukasi Negeri.

Kurniasari, L. (2020). Modul Praktikum Gizi Kesehatan Masyarakat. Klaten: Lakeisha.

Legawati. (2018). Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Malang: Wineka Media.

Nur, A. F. (2020). Anemia Dan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Ghidza: Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 2(2), 63–66.

Pratiwi, L., Nawangsari, H., Dayaningsih, D., Fitriani, H., Yulistianingsih, A., & Alfiani, F. (2022). Anemia Pada Ibu Hamil. Sukabumi: CV Jejak.

Retnaningtyas, E., & Siwi, R. P. Y. (2020). Analisis Kejadian Anemia dan KEK Pada Ibu Hamil Terhadap Kejadian BBLR di RSUD Gambiran Kediri. Conference on Innovation and Application of Science Ans Technology, 1(3), 1073–1080.

Rosita, S., & Afrianti, T. (2021). Hubungan Faktor Ibu Dengan Kejadian Bblr Pada Balita Di Puskesmas Indrajaya Kabupaten Aceh Jaya. Jurnal Pendidikan, Sains, Dan Humaniora, 9(3), 518–525.

Sumiaty, & Restu, S. (2016). Penelitian Kurang Energi Kronis ( Kek ) Ibu Hamil Dengan Bayi. Journal Husada Mahakam, IV(3), 162–170.

Sutrio, & Lupiana, M. (2019). Berat Badan dan Panjang Badan Lahir Meningkatkan Kejadian Stunting. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, 12(1), 21. https://doi.org/10.26630/jkm.v12i1.1734

Wdiastini, L. P. (2018). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Bogor: In Media.

WHO. (2019). Antenatal Care & Postpartum 2019. World Health Organization.

Winowatan, G., Malonda, N. S. H., & Punuh, M. I. (2017). Hubungan Antara Berat Badan Lahir Anak Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Batita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sonder Kabupaten Minahasa. Jurnal Kesma, 6(3), 1–8.

Yanti, E. M., & Wirastri, D. (2022). Kecemasan Ibu Hamil Trimester III. Pekalongan: NEM.

Published

2024-06-04

How to Cite

Citra Annisa Paramita Mowu’u, Harismayanti Harismayanti, & Ani Retni. (2024). Dukungan Suami dan Ibu Hamil KEK dengan Kejadian BBLR Di Wilayah Kerja Puskesmas Telaga Biru. Protein : Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan. , 2(3), 35–50. https://doi.org/10.61132/protein.v2i3.432

Similar Articles

1 2 > >> 

You may also start an advanced similarity search for this article.